Koneksi Antar Materi Modul 2.2


PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL


(Reni Ulviyani – CGP Angkatan 2 Kebumen, Jawa Tengah)

 

          Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) merupakan sebuah proses pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.

PSE dapat dikategorikan kedalam tiga ruang lingkup yaitu rutin (kondisi yang rudah ditentukan di luar waktu jam pembelajaran akademik, misalnya kegiatan lingkaran pagi), terintegrasi dalam pembelajaran (misalnya melakukan refleksi setelah menyelesaikan sebuah topik pembelajaran, ataupun memecahkan masalah dengan jalan diskusi kelompok), dan protokol/budaya (yang sudah disepakati menjadi budaya/kebijakan sekolah untuk merespon situasi/kegiatan tertentu, misalnya budaya 5S).

Adapun tujuan pembelajaran sosial emosional diantaranya: 1) memberikan pemahaman, penghayatan, dan kemampuan untuk mengelola emosi; 2) menetapkan dan mencapai tujuan positif; 3) merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain; 4) membangun dan mempertahankan hubungan yang positif; dan 5) membuat keputusan yang bertanggung jawab. 




       

        Kompetensi sosial emosional meliputi: 1) kesadaran diri. (kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengenali diri secara akurat mengenai emosi, pikiran, dan nilai diri. Seseorang yang memiliki kesadaran tinggi yang tinggi mampu mengenali keterkaitan antara perasaan, tindakan dan pikiran yang dilakukan; 2) pengelolaan diri (kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan untuk mengatur emosi, pikiran, dan perilaku di berbagai situasi); 3) kesadaran sosial (kemampuan untuk dapat berempati dengan orang lain dan mengambil perspektif dari berbagai sudut pandang); 4) keterampilan relasi (kompetensi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membangu dan memelihara suatu hubungan yang sehat anatar individu dan kelompok); dan 5) pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (kemampuan ini berkaitan dengan pembuatan pilihan konstruktif yang benar dancara bertindak yang sesuai dengan norma sosial dan kesematan).

Berikut ini merupakan contoh-contoh teknik pembelajaran sosial emosional yang dapat diterapkan secara rutin, terintegrasi, dan protokoler: 1) bernapas dengan kesadaran penuh; 2) identifikasi diri; 3) melukis dengan jari; 4) membuat jurnal diri; 5) membuat puisi akrostik; 6) membuat kolase diri; 7) memeriksa perasaan diri; 8) menuliskan ucapan terima kasih; 9) mengidentifikasi emosional; 10) mindful eating; 11) cari teman baru; 12) mengenal situasi menantang; 13) latihan menyadari kondisi tubuh (body scanning); 14) kegiatan menulis surat; 15) kegiatan role play komunikasi; dan 16) kegiatan menulis pengalaman bekerja dalam kelompok.

Konsep kesadaran penuh (mindfulness) adalah momen kesadaran dimana kita berlatih membawa perhatian penuh untuk apapun yang kita lakukan saat itu. Ada beberapa kata kunci yaitu kesadaran (awareness), perhatian yang disengaja (on purpose), rasa ingin tahun (curiosity), dan kebaikan (compassion). Dapat diartikan bahwa adanya keterkaitan antara unsur pikiran, kemauan, dan rasa pada suatu kegiatan yang sedang dilakukan. Mindfulness muncul ketika adanya perhatian yang dilakukan secara sadar dengan dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan. Latihan kesadaran penuh menjadi sangat relevan dan penting bagi siapapun untuk dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan bahagia dan optimal.

Mindfulness dan well-being merupakan sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengekplorasi dan mengembangkan dirinya. 



        Materi pembelajaran sosial emosional sangat berkaitan erat dengan modul-modul lain yang telah dipelajari dalam program pendidikan guru penggerak sebelumnya. Dalam menjalankan nilai dan peran sebagai guru penggerak, maka seorang guru penggerak haruslah memiliki kemandirian, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Salah satu peran guru penggerak yaitu menciptakan well-being (kesejahteraan hidup) ekosistem pendidikan bagi sekolah. Artinya sebagai pendidik hendaklah dapat menciptakan kondisi yang sehat, nyaman, dan bahagia bagi murid. Selain itu, sebagai guru penggerak juga harus menggunakan segala kekuatan dan potensi yang ada untuk membangun budaya positif di sekolah. Budaya positif yang dikembangkan hendaknya dapat mendorong pemenuhan kebutuhan belajar siswa sesuai dengan kodrat yang dimilikinya. Hal ini senada dengan filosofi KHD yakni pendidikan itu harus berjalan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman). 

Jika pembelajaran sosial emosional dengan pendekatan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi budaya positif di sekolah maka pembelajaran berdiferensiasi akan lebih mudah diterapkan karena peserta didik dapat lebih fokus, semangat, dan bertanggung jawab terhadap tugasnya. Hal ini tentunya akan membahagiakan mereka (well-being) karena pembelajaran yang disajikan  sesuai dengan kebutuhan belajar, minat dan profil murid. Melalui strategi pembelajaran berdifferensiasi dan pembelajaran sosial emosional  diharapkan dapat mewujudkan generasi cerdas lagi berkarakter sesuai profil pelajar pancasila.


Salam dan bahagia


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Demonstrasi Kontekstual Modul 3.1.

Demonstrasi Kontekstual Modul 3.2.

Koneksi Antar Materi Modul 3.2